MUHAMMAD: “Aku Gembala Yang Diutus” YESUS: “Akulah
Gembala Yang Baik”
Yesus adalah gembala yang berlainan samasekali dengan
Muhammad penggembala-kambing. Muhammad adalah manusia solitaire akibat dari
kemiskinan dan yatim piatu sejak kecil. Ia jadi perenung tentang banyak hal, ya
tentang nasib dirinya dan ya tentang masyarakat Arabnya. Pada dasarnya ia bukan
ber-natur gembala, melainkan harus menjadi gembala upahan sementara sambil
memimpikan dirinya kelak bisa menjadi nabi (yang diutus) seperti Musa dan Daud,
yang dianggapnya juga sama-sama gembala tadinya. Itu adalah sebuah
angan-angan dan pencocok-cocokkan Muhammad pribadi belaka kepada sosok mereka.
Salah satu buku biografi yang terkenal tentang Islam adalah
Sejarah Hidup Muhammad karangan MH. Haekal. Disitu digambarkan mimpi dan
firasat Muhammad bahwa ia bakal menjadi seorang Nabi. Dikatakan: “Yang
menyebabkan dia (Muhammad) lebih banyak merenung dan berfikir, ialah
pekerjaannya menggembalakan kambing sejak masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing
keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan
saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata :
“Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” “Musa diutus, dia
gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing. Aku diutus, juga gembala
kambing keluargaku di Ajyad.”
Kita tidak tahu apa yang diketahui oleh Muhammad mengenai
makna “gembala” dalam era dan kisah Taurat dan Mazmur (Zabur). Kita juga tidak
tahu apakah beliau tahu bahwa Alkitab membedakan domba dan kambing, sehingga
penggembalaan bagi keduanya juga tidak betul-betul persis sama. Musa dan Daud
adalah penggembala domba bukan kambing seperti Muhammad. Bedanya khusus
terletak dalam bobot proteksi dan care , karena domba memang lebih dependant,
lebih pasrah kepada gembalanya ketimbang kambing. Kita bisa menduga bahwa
Muhammad itu gembala upahan, dan bukan gembala kambing milik sendiri atau dari
orang tuanya. Status itu juga dibedakan oleh Alkitab.
Seorang gembala di zaman dahulu --zamannya nabi-nabi
Israel-- tidak bisa dibandingkan dengan gembala yang dikenal di zaman
sekarang. Dari seorang gembala dituntut tanggung-jawab yang amat besar,
sedemikian sehingga fungsi gembala disamakan oleh masyarakat kuno disana
sebagai tugas kepala bani dalam menuntun dan memerintah kaumnya.
Gembala itu harus mengenal setiap mata-air, sumur, wadi dan
sungai. Dia harus tahu sifat airnya yang tenang untuk bisa diminum secara aman,
dan bukan air deras dimana hewan tersebut mudah hanyut kalau terpeleset atau jatuh.
Gembala bahkan juga siap mencari sungai atau menimba air sumur lain bagi
dombanya dimusim kemarau. Ia memperhitungkan dimana masih terdapat rumput,
menurut musimnya. Ia harus melindungi anak-anak domba yang belum dapat berjalan
jauh. Ia memelihara induk-induk domba yang bunting atau yang sedang dalam masa
menyusui.
Ia menolong merawat domba yang sakit, terluka pada batu-batu
tajam dan duri, bahkan sakit apapun yang menerpa dombanya. Ia menghindarkan
dombanya agar jangan seekor pun daripadanya meninggalkan kawanan, baik
diperjalanan ataupun karena takut dengan kilat dan guntur.
Gembala akan membela kawanan domba terhadap binatang buas
dan pencuri. Dengan tongkat yang panjang, gembala menuntun kawanan domba.
Memberi tanda maju, berbelok, atau berhenti. Ia menunjuk jalan dan sekaligus
berteriak memperingati domba yang mau menjauhkan diri.
Domba adalah aset miliknya yang sangat khusus. Dianggap
sangat bernilai bukan karena harganya (secara materi), tetapi karena natur
gembala yang memang selalu bertanggung jawab terhadap setiap dombanya secara
sangat pribadi. Itu sebabnya seorang gembala harus membelanya sampai dengan
mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Dalam pengibaratan seperti itulah Yesus melukiskan
dirinya sebagai Gembala Yang Baik. Gembala bagi umat manusia yang
digambarkanNya sebagai domba-dombaNya. Dan itu dibuktikanNya dalam seluruh
perjalanan kenabianNya. Ia bukan gembala upahan atau gembala musiman. Ia
berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi
domba-dombanya”.
Disini kita melihat bahwa Yesus adalah gembala yang
berlainan samasekali dengan Muhammad penggembala-kambing. Muhammad adalah
manusia solitaire akibat dari kemiskinan dan yatim piatu sejak kecil. Ia jadi
perenung tentang banyak hal, ya tentang nasib dirinya dan ya tentang masyarakat
Arabnya. Pada dasarnya ia bukan ber-natur gembala, melainkan harus menjadi
gembala upahan sementara sambil memimpikan dirinya kelak bisa menjadi nabi
(yang diutus) seperti Musa dan Daud, yang dianggapnya juga sama-sama gembala
tadinya. Itu adalah sebuah angan-angan dan pencocok-cocokkan Muhammad pribadi
belaka kepada sosok mereka. Sebab baik Musa maupun Daud tidak pernah memimpikan
dirinya untuk menjadi nabi, apalagi dengan mengkaitkan kenabian mereka dengan
status gembala yang pernah dijalaninya. Tuhanlah yang memilih mereka
diluar angan-angan dan dugaan! Sesungguhnya pencocokan ini hanyalah pelipur
lara saja bagi si anak muda yang memimpikan masa depannya, karena ada jutaan
orang-orang dahulu di Timur Tengah yang memang kerjanya sebagai gembala, dan
yang selalu bisa “dicocokkan kepada kenabian” bila mau dikait-kaitkan secara
umum.
Tetapi di depan semua orang Yahudi, Yesus berkata kontras
bahwa Ia bukan gembala upahan (Yoh.10:11), menyusuli kalimat khusus dan sakral
tentang peran diriNya, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya” (ayat 10).
Dia bahkan tidak hanya melihat domba-domba nya sebagai satu
kawanan belaka, melainkan justru mengenalnya satu per satu secara pribadi
dengan sebutan namanya masing-masing,
“Domba-domba mendengarkan
suaranya (gembalanya) dan ia memanggil domba-domba nya masing-masing
menurut namanya dan menuntunnya keluar. Jika semua dombanya telah dibawanya
keluar, ia berjalan didepan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia,
karena mereka mengenal suaranya ....(Yohanes 10:3-4).
Kenapa harus sedemikian pribadinya?
Itulah, karena natur dari seorang gembala yang baik adalah
tidak rela dan tidak mengizinkan satupun dari dombanya hilang atau tersesat.
Tuhan adalah Bapa Sorgawi, yang adalah Gembala Agung, seperti yang dikonfirmasi
Daud dalam kitab Zabur -nya yang paling terkenal:
“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia
membimbing aku ke air yang tenang;
Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak
takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang
menghibur aku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku;
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur
hidupku;
dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa” (Mazmur 23:1-6).
dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa” (Mazmur 23:1-6).
Deskripsi tentang natur Tuhan Elohim ini berbeda jauh dan
tidak seperti Allah SWT yang siap menyesatkan seberapapun jiwa-jiwa manusia
menurut suka-suka-Nya: “Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki” (Surat 14:4). Yesus sebagai inkarnasi
Firman-Tuhan meletakkan nilai untuk satu persatu jiwa secara pribadi dalam
keseluruhan totalitas kemanusiaan, karena bagiNya satu jiwa adalah seharga
“semua jiwa” dalam skala dimensi-ilahiNya:
“Siapakah diantara kamu yang mempunyai 100 ekor domba, dan jikalau ia
kehilangan seekor diantaranya, tidak meninggalkan yang 99 ekor dipadang gurun
dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?” (Luk.5:4).
Sambil mengingatkan kita:“Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba”
(Matius 12:12).
Gembala yang baik bukan hanya bertugas untuk menyelesaikan
satu hari kerja dan mendapatkan upah, tetapi ia bertanggung jawab sepenuhnya,
bertarung, dan siap berkurban nyawa bagi domba-dombanya. Kesiapan Yesus untuk
berkurban-nyawa ini diulangi Nya sampai empat kali (!) dalam satu pasal yang
sama (yaitu ayat 11, 15, 17, 18). Dia tidak main-main dengan slogan, melainkan
dia sungguh membuktikannya dihadapan publik tentang apa yang diucapkannya. Itu
adalah pernyataan tentang kurban-diriNya diatas kayu salib bagi penebusan dosa
manusia! Dan alangkah herannya bahwa apa yang diucapkan dan dibuktikan secara
begitu serius dan mutawatir itu namun dinafikan oleh satu-satunya ayat dari
Muhammad yang membantah kematiannya di atas kayu salib, tanpa bukti apapun!(Qs
4:157).
Ditempat yang lain dalam Injil, Yesus terus menerus
mengindikasikan kematian-kurbannya demi membuktikan kebenaran akan
kematiannnya, sekaligus maha-kasihnya bagi domba-dombanya,“Tidak ada kasih yang
lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13). Dan kembali Muhammad tidak memberi bukti
bagaimana Allah itu Mahakasih, tetapi tetap berulang-ulang berkata
sebanyak 114 kali bahwa “Allah Maha-kasih dan Maha-penyayang”.
Akhirnya, Yesus masih menyampaikan satu kepedulian dan
passion yang sama untuk menggembala satu kawanan domba lain yang tadinya tidak
termasuk dalam kandang yang sama. Itu adalah domba-domba yang menolak diri
Yesus sebagai ANAK DOMBA ELOHIM yang menghapus dosa manusia (Yohanes
1:29). Disinilah Yesus menampakkan hasrat hatiNya untuk menghimpunkan
keseluruhan domba-dombaNya kembali ke hadapan Tuhan – tanpa satupun yang
dikecualikan! Semua mau diselamatkan dengan cara yang pasti:
“Karena begitu besar kasih Tuhan akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).
MARILAH KITA RENUNGKAN HAL INI SECARA MENDALAM, dan berdoa
agar Tuhan memberi hikmat dan hidayah bagi kita untuk mampu membedakan
gembala upahan dengan Gembala Yang Baik :
“Tuhan, aku mau menjadi dombaMu
yang baik, yang taat, dan mengikuti jalan yang Kaubuka dengan kuasa tongkat
gembalaMu yang sanggup mengubah hidupku. Amin”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar