Senin, 07 September 2015

WAOSAN BOSO JAWI



Waosan: Luk. 18: 9-14
Jejer: “Dhuh Allah, kawula tiyang dosa, mugi Paduka welasi” (ayat 13b)

Kenging punapa? 
Karana tiyang rumaos sampun sae, sampun pinter, sampun sembada, boten betah malih nasihat murih saya mindhak sampurna. Karana makaten, saya mindhak sepuh, saya kathah pengalaman, saya tertutup tumrap kritik. 
Tiyang, kosok wangsulipun, sami remen dipun alembana. Menawi boten wonten tiyang ngalembana, lajeng ngalembana awake dhewe. Punika yektosipun boten pantes.
Inggih makaten ingkang dipun tindakaken dening tiyang Farisi ing padaleman suci, nalika dedonga. Tiyang Farisi rumaos sampun ahli ing bab tata caraning pangabekti. Sampun ahli ing babagan kitab suci. 
Gesangipun tansah ngudi kesalehan ing saben dinten. Mila, boten ngantos kedlarung-dlarung, tiyang makaten punika enggal-enggal mratobat yen rumaos nlgampahi dosa. Mila, boten ngantos dipun timbali supados mratobat, sampun gumregah piyambak, mratobat. 
Tiyang ingkang tansah ngudi gesang ingkang saleh saben dinten, mesthi dados saleh gesangipun. Karana makaten, inggih lajeng boten rumaos wonten prakawis ingkang perlu dipun getuni ing pangayunanipun Allah.
Nanging, lajeng, punapa malih ingkang kaajeng-ajeng saking Gusti Allah? Menawi gesangipun manusa sampun lan tansah saleh, punapa ateges boten betah dhateng Gusti Allah malih? 
Yen pambudidayanipun manusa pribadi sampun karaos cekap, punapa tanpa gina pitulunganipun Gusti Allah?

Menawi tiyang dados saleh saestu, tiyang wau sumuyud dhumateng Gusti Allah. 
Gesangipun saya celak dhumateng Gusti Allah. Lajeng, ngrumaosi, bilih gesang ing kadaginganipun dados wangkit anggenipun sesambetan kaliyan Gusti Allah. Gusti Allah asipat Roh. 
Mangka manusa gesang taksih bekta lebuning bumi. Rohipun Allah ing angganipun manusa tansah sumuyud dhateng Allah, nanging raganipun manusa ingkang dumados saking siti asipat wadhag. Menawi ngengeti cariyos dumadine manusa, manusa namung kados boneka lemah. Sasampunipun kasebulaken ambegan dening Allah, nunten manusa saged gesang. 
Dikadosa pundi ingkang wadhag punika saged gesang sauger kasinungan Roh Allah. Dados, mesthi, manusa betahaken Gusti Allah. Menawi manusa sampun rumaos cekap ing dhirinipun pribadi, punika sami kaliyan tiyang farisi ingkang kumalungkung. Gusti tansah nimbali, murih kita saestu sumuyud, andhap asor, lan gumantung dhumateng Gusti Allah. 

Dhuh, Allah, kawula nyuwun pangapunten tumrap kumalungkung kawula.




Jumat, 04 September 2015

PELAJARAN KITAB II KORINTUS




Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus 
Merupakan salah satu dari ketiga surat (1 & 2 Korintus serta Roma) yang menempati posisi sentral dalam bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1] Adalah lanjutan dari surat pertama yang juga ditujukan untuk jemaat di kota Korintus, Yunani. Surat ini langsung ditulis oleh rasul Paulus.[2] Melalui surat ini Paulus ingin menerangkan mengapa ia melakukan perubahan rencana perjalanan ke Korintus.[2] Ia juga menyampaikan pujiannya kepada jemaat Korintus karena telah menaati pesan yang disampaikannya pada suratnya yang pertama.[2] Titus adalah orang yang ditunjuk Paulus untuk mengantarkan surat ini, dengan harapan agar surat yang kedua juga disambut dengan baik oleh jemaat di Korintus.[2]
Ayat-ayat terkenal
  • 2 Korintus 3:17: Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.
  • 2 Korintus 4:6: Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.

Konteks Surat
Surat ini berusaha menjawab permasalahan yang terjadi di Korintus.[1] Ketika itu terjadi pertikaian antara Paulus dan golongan orang yang memfitnahnya.[1] Mereka adalah rasul-rasul palsu yang memberitakan Yesus yang lain.[3] Akan tetapi, lawannya justru mengklaim Paulus sebagai rasul palsu sehingga kewenangannya sebagai rasul patut diragukan.[1] Tindakan Paulus meninggalkan mereka dengan terburu-buru akhirnya menjadi hal yang disesalinya dikemudian hari, karena tindakannya itu seolah-olah membuktikan kebenaran tuduhan yang dikenakan kepadanya.[1] Akhirnya orang-orang Kristen di Korintus ditinggalkan dalam keadaan yang kacau, di tengah-tengah pertikaian yang belum usai.[1]
Tempat Penulisan
Surat ini dikirim setelah Paulus bertemu dengan Titus di Makedonia.[1] Titus kemudian diutus kembali ke Korintus untuk mengantarkan surat dari Paulus bagi jemaat di Korintus.[3]
Waktu Penulisan
Berdasarkan waktu pertemuan dengan Titus, besar kemungkinan surat ini ditulis di Makedonia pada akhir tahun 56 M. [4] Robinson meyakini penulisannya pada awal tahun 56 M.[5] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[6] atau tahun 53-56.[7]
Maksud Penulisan
Maksud penulisan surat ini terkait erat dengan pertikaian yang pernah terjadi sebelumnya.[3] Berdasarkan hal itu ia ingin membenarkan dirinya dari tuduhan yang sudah dikenakan pada dirinya, sekaligus menjelaskan bahwa ia adalah rasul yang sebenarnya dan bukan rasul palsu seperti yang mereka tuduhkan.[3] Surat ini juga mencatat ungkapan syukur Paulus karena segala sesuatu yang sudah dibenarkan, dan bahwa Tuhan selalu menghiburnya ketika mengalami masa-masa sulit, hal ini disampaikan untuk menghibur jemaat Korintus yang juga sedang mengalami masa-masa sulit (pasal 1-7).[2] Dalam surat ini Paulus juga menasehati mereka memenuhi janjinya untuk mengumpulkan uang yang nantinya akan diberikan kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem.[2] Surat ini juga menceritakan kesedihan Paulus karena tidak bisa datang ke Korintus untuk mengunjungi mereka, dengan ini Paulus berharap kalau mereka tahu kesedihan Paulus karena sangat mengasihi mereka.[4]
Struktur dan Isi
Struktur dan isi Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus, dapat dijabarkan sebagai berikut:[8]
  • Pembukaan Surat (1:1-11).
    • Salam (ay. 1, 2).
    • Ungkapan syukur (ay. 3-11).
  • Paulus membela diri di hadapan jemaat Korintus ( 1:12-7:16).
    • Pertanyaan mengenai perjalanan Paulus ke Korintus (1:12-2:13).
    • Paulus mempertahankan kerasulan (2:14-7:4).
      • Kesetiaan Rasul (2:14-3:6).
      • Keunggulan Rasul dalam Perjanjian Baru (3:7-4:6).
      • Kelemahan dan penderitaan Rasul (4:7-5:10).
        • Pengalamannya di masa lalu dan masa sekarang (4:7-12).
        • Harapannya (4:13-5:10).
      • Rasul sebagai duta besar dan pelayan Allah (5:11-6:10).
      • Kesimpulan ganda (6:11-7:4).
    • Perjalanan Paulus berikutnya (7:5-16).
  • Pengumpulan uang untuk Gereja Yerusalem (8:1-9:15).
    • Rekomendasi untuk pengumpulan uang dan utusan-utusan (pasal 8).
    • Rekomendasi kedua (pasal 9).
  • Pertentangan pendapat dan pertahanan (10:1-13:10).
    • Paulus mempertahankan diri an pekerjaannya melawan tuduhan pribadi (pasal 10).
    • Sanjungan diri Paulus (11:1-12:18).
    • Pemberitahuan akhir (12:19-13:10).
  • Penutup Surat (13:11-13).
Tema-tema Teologis
Penghiburan di Tengah Penderitaan
Surat ini diawali dengan ucapan syukur kepada Allah karena telah membebaskan Paulus dari kesedihan dan penderitaan.[9] Penderitaan yang Paulus alami dalam pelayanannya sangatlah berat, sehingga ia merasa seperti dijatuhi hukuman mati.[9] Paulus memuji Allah karena penghiburan yang diberikan oleh-Nya di tengah penderitaan.[9] Penghiburan yang ia rasakan akhirnya menguatkannya dalam melakukan pelayanan, karena itulah ia pun akhirnya harus membagi penghiburan tersebut ke orang lain agar merekapun dapat merasakan penghiburan dari Allah.[9]
Hidup di Tengah Kesedihan
Perubahan rencana Paulus untuk mengunjungi jemaat Korintus menimbulkan banyak tanggapan negatif dari lawan-lawannya di Korintus.[9] Perubahan rencana tersebut memojokkan Paulus, Paulus dituduh sebagai orang yang memiliki ketidakmampuan dan ketidakpedulian terhadap pelayanan di jemaat Korintus.[9] Di satu sisi memang benar kalau Paulus mengadakan perubahan rencana mengenai perjalanannya ke Korintus, tetapi di sisi lain tuduhan yang dikenakan padanya tidaklah benar.[9] Itulah sebabnya ia menulis surat kepada mereka dan menceritakan kesedihan yang ia rasakan supaya ketika ia datang lagi mereka akan bersukacita (2:3).[9] Surat ini justru ingin mengungkapkan bahwa Paulus mengasihi mereka.[9]
Hidup di Tengah Ancaman Kematian
Bagian ini pun ingin menceritakan tentang penderitaan yang Paulus hadapi dalam melakukan pelayanan.[9] Penderitaan yang ia alami, membuat hidupnya seperti terancam dengan kematian.[9] Inilah hal yang membuat ia berserah penuh pada Allah sehingga ia dimampukan.[9]
Membantu yang Miskin sebagai Wujud Kasih Allah
Sukacita yang ia alami tidak membuatnya lupa dengan keadaan jemaat lain yang sedang mengalami kesulitan.[9] Ia meminta agar jemaat Korintus mengumpulkan uang untuk membantu saudara-saudara seiman yang miskin di Yerusalem.[9] Pemberian persembahan ini merupakan wujud dari pembaharuan yang telah dilakukan Allah kepada mereka.[9] Tujuan lainnya adalah agar tercipta keseimbangan di antara umat Allah.[9]



PELAJARAN KITAB 1 KORINTUS



Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus 
(disingkat Surat 1 Korintus, I Korintus, 1Kor atau I Kor) merupakan salah satu dari ketiga surat (1 & 2 Korintus serta Roma) yang menempati posisi sentral dalam bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1] Surat Korintus yang pertama ditulis setelah Paulus menerima kabar buruk dari orang-orang Kloe.[2] Berita buruk tersebut adalah timbulnya persoalan-persoalan, seperti keikutsertaan jemaat Korintus dalam upacara-upcara keagamaan kafir, penghakiman di depan orang-orang kafir dan pelacuran.[3] Selain masalah-masalah etis dan moral, surat ini juga merupakan surat penggembalaan untuk menegur jemaat di Korintus yang memiliki berbagai macam karunia, sehingga menjadikan jemaat satu dengan yang lainnya saling menyombongkan diri. [3]
Ayat-ayat terkenal
  • 1 Korintus 10:13: Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
  • 1 Korintus 13:4-8: Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.
Konteks Surat 1 Korintus
Gambaran kota Korintus
Kota Korintus bukanlah kota kuno yang telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan, budaya, dan berbagai macam kegiatan politik, melainkan kota ini pernah dihancurkan oleh orang-orang Romawi pada 146 SM.[4] Barulah setelah kehancuran itu, kota Korintus dibangun kembali oleh Julius Caesar pada tahun 46 SM.[4] Setelah pembangunan kembali, kota ini pun dikenal sebagai pusat provinsi Romawi, yaitu Akhaya yang pada tahun 55 M dipimpin oleh Gubernur Galio dan menjadi pusat perdagangan yang berkembang, khususnya industri keramik (barang tembikar).[4] [2] Selain perdagangan tembikar, kota ini dikenal juga karena kemajuannya yang pesat dalam kebudayaan, pendidikan, dan juga karena banyaknya agama Hellenis yang terdapat di sana.[3] Kota ini didominasi oleh Akrokorintus yang dikenal sebagai dewi asmara dan pemujaan dewi ini banyak menghasilkan tindakan-tindakan amoral pada zaman Aristofanes.[2] Tindakan amoral itu didominasi oleh perilaku seksual yang sembarangan dan pemujaan dewa-dewi Romawi di kuil-kuil utama dan orang-orang Kristen di Korintus ada sebagian yang termasuk mengikuti praktek-praktek amoral tersebut.[4]
Gambaran Jemaat di Korintus
Gereja di Korintus didirikan pada perjalanan penginjilan Paulus yang kedua, sekitar musim gugur tahun 52 M, seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 18:1-18. Di Korintus, Paulus tinggal selama 18 bulan, mengasuh gereja yang baru ini, sambil sehari-hari bekerja sebagai tukang membuat tenda.[5] Paulus menyebut orang Korintus 'tidak kekurangan dalam suatu karunia pun'.[2] Atas keadaan inilah, jemaat di Korintus menjadi sangat bergembira, namun sikap ini juga yang membuat jemaat di Korintus menjadi congkak, puas diri, sehingga keadaan jemaat menjadi kacau.[2] Akibat kekacauan ini, jemaat Korintus mengalami ekstase (kegembiraan yang meluap).[2] Ekstase ini ditujukan bukan lagi kepada Kristus, melainkan terhadap perempuan-perempuan yang dapat memenuhi hasrat mereka.[2] Terjadinya berbagai macam penyimpangan moral di jemaat Korintus sebenarnya timbul dari komunitas Yahudi Gnostik.[6] Gnostisisme adalah gerakan spiritual yang mempengaruhi kehidupan Kristen, awalnya di sekitar Laut Tengah.[6] Selanjutnya, dalam praktik penyembahan berhala, jemaat di Korintus dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang rasionalis.[2]
Penulis dan Tempat Penulisan Surat I Korintus
Surat ini menyebut Paulus sebagai pengarang utama surat ini, bersama Sostenes, seperti yang tertulis di 1 Korintus 1:1. Nampaknya surat ini ditulis dengan bantuan seorang sekretaris (mengingat tidak mudahnya penulisan surat di atas kertas perkamen, tetapi di akhir surat ini, Paulus menulis dengan tulisan tangannya sendiri.[7] Ia menulis surat ini di kota Efesus.[8]
Waktu penulisan
Berdasarkan informasi dari Kisah Para Rasul 20:31 kemungkinan besar pada tahun terakhir dari masa tinggal selama 3 tahun di Efesus, sekitar bulan Maret-April 56 M, yang berarti gereja Korintus saat itu berusia sekitar 4 tahun.[5] Robinson meyakini penulisannya pada musim semi (antara bulan Maret - Juni) tahun 55 M.[9] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[10] atau tahun 53-56.[11]
Tujuan penulisan
Keberadaan jemaat di Korintus dikenal karena perpecahan mereka antara berbagai golongan dan karena perilaku moral mereka yang menyimpang, sehingga masing-masing membanggakan keunggulannya dan berbuat semaunya tanpa ada aturan.[12] [6] Adanya perbedaan antara mereka sebenarnya bukan timbul dari kejahatan mereka saja, namun juga disebabkan oleh guru-guru agama yang membuat perbedaan golongan.[12] Atas perbedaan-perbedaan inilah Paulus menulis suratnya untuk menegur perpecahan yang telah merusak iman jemaat.[12]
Garis Besar Isi
Secara garis besar, isi surat I Korintus terbagi menjadi sebelas, yaitu:[2]
  • Salam dan pengantar (1:1-9).
  • Perpecahan dalam jemaat; terdapat perbandingan antara ajaran Paulus dengan ajaran Apolos (1:10-4:21).
  • Kejadian maksiat (asusila) (5:1-13).
  • Peringatan lebih lanjut terhadap masalah asusila (6:1-20).
  • Pembicaraan mengenai perkawinan (7:1-40).
  • Persoalan tentang daging yang dipersembahkan kepada berhala: tafsiran Paulus mengenai pelayanan yang rasuli (8:1-11:1).
  • Pembenaran terhadap ketidakberaturan dalam perkumpulan ibadah; tutup kepala wanita, pesta kasih, dan perjamuan kudus (11:2-34).
  • Karunia-karunia rohani (12:1-31; 14:1-40).
  • Konsep tentang Kasih (13:1-13).
  • Ajaran Kristen yang benar tentang kebangkitan orang mati (15:1-58).
  • Petunjuk tentang pengumpulan persembahan bagi Yerusalem; berbagai macam peringatan; salam penutup (16:1-24)
Tema Pokok
Pergumulan kepemimpinan dalam gereja
Jemaat terpecah menjadi berbagai kelompok yang memilih salah satu dari tiga pemimpin: Paulus, Petrus, atau Apolos (1:12). Paulus menasihatkan, "adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu?" (1:10,13).
Orang Kristen yang bertindak buruk
Paulus heran dengan banyaknya tindakan yang bertentangan dengan sikap Kristen. Orang Kristen berkewajiban untuk mengkritik dan mendisiplin anggota-anggota mereka. Ia menasihati agar "jangan bergaul dengan orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu" (5:11). Bahkan lebih tegas Paulus menambahkan, "usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu" (5:13).
Pernikahan
Tuhan memberikan kepada sebagian orang karunia menjadi suami atau istri, dan sebagian diberikan karunia untuk tinggal membujang, demi kepentingan kerajaan-Nya (7:7,32). Paulus mengakui "lebih baik kawin daripada hangus karena hawa nafsu." (7:9).
Makan hidangan yang telah dipersembahkan kepada berhala
Paulus menganggap masalah ini tidak terlalu penting, karena semua makanan berasal dari Tuhan, namun demikian orang Kristen harus peka terhadap orang-orang percaya lain yang berkeberatan makan hidangan seperti itu (8:1-13).
Pakaian untuk ibadah
Orang harus berpakaian dengan pantas, bukan sebagai orang yang pamer, menarik perhatian untuk diri sendiri, atau sebagai godaan untuk lawan jenis (11:1-16).
Perjamuan Tuhan
Ini merupakan perayaan bersama untuk mengenang kematian dan kebangkitan Kristus. Jemaat Korintus telah menggantinya menjadi pemisahan makanan bagi orang yang kaya dan miskin. Orang miskin hanya makan makanan yang tersisa (11:20-33).
Karunia Rohani
Tuhan memberikan kemampuan yang berbeda kepada berbagai orang. Setiap karunia penting dan bermanfaat dalam pekerjaan Tuhan (12:1-31).
Kasih
Puisi tentang kasih muncul setelah Paulus berbicara mengenai karunia-karunia. Paulus menekankan bahwa semua kemampuan itu tidak berarti jika tidak keluar dari hati yang penuh kasih. Kemampuan untuk mengasihi seseorang adalah karunia terbesar dari semua karunia -lebih besar dari pengharapan bahkan lebih besar dari iman (13:13).
Kebangkitan Kristus dan iman kita
Beberapa orang percaya saat itu tidak percaya bahwa tubuh akan dibangkitkan. Paulus mengajarkan bahwa, "jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu." Inilah jaminan bahwa orang yang telah mati akan dihidupkan kembali. Sebab kematian masuk ke dalam dunia dengan perantaraan satu orang, begitu juga hidup kembali dari kematian diberikan kepada manusia dengan perantaraan satu orang (15:20-21).
Pokok-pokok Teologis
Jemaat harus menjadi satu persekutuan di dalam Tuhan
Mengingatkan jemaat di Korintus untuk tetap dalam persekutuan (koinonia), sehati sepikir, seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara jemaat merupakan perhatian utama Paulus.[13] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena dalam jemaat timbul beberapa alasan yang membuat perpecahan itu, pertama adanya berbagai ajaran yang membuat jemaat berselisih (1 Kor.1:11) dan iri hati (1 Kor.3:3).[13] Kedua, orang yang "kuat" mencari kesenangan sendiri dalam ritual penyembahan berhala, sehingga mereka tidak memperhatikan keadaan orang "lemah" (1 Kor.10:33), kemudian yang ketiga adanya orang-orang tertentu yang melahap habis hidangan saat perjamuan bersama, sehingga orang yang datang belakangan tidak mendapatkan jatahnya dan menjadi lapar (1 Kor.11:17-34), dan yang terakhir juga ditimbulkan karena adanya orang yang saling membanggakan karunianya masing-masing.[13] Dalam peringatan ini juga, Paulus menggunakan metafora tentang banyak anggota dalam satu tubuh untuk memberitahu jemaat bahwa setiap anggota harus saling mendukung.[13]
Hidup kudus sebagai tubuh Kristus
Sabagai umat Allah, (1 Kor.1:24; 10:32) jemaat harus menunjukkan hidupnya dalam kekudusan. [13] Paulus harus mengingatkan bahwa status mereka bukanlah kagi "orang biasa", melainkan mereka adalah umat yang telah disucikan, dikuduskan serta dibenarkan oleh Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus. [13] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena banyak dari anggota jemaat yang terlibat dalam hubungan seks, bahkan hubungan seks sesama anggota keluarga, padahal mereka belum ada dalam hubungan suami-isteri, ada juga yang datang ke kuil-kuil untuk dilayani pelacur, dan melakukan ritual-ritual penyembahan berhala.[13] [12] Sebenarnya prkatek-praktik kejahatan dan perzinahan tersebut pada saat itu tidak dilarang, bahkan diizinkan oleh tradisi karena saat itu sedang terkenal istilah "tubuh adalah rumah jiwa", sehingga orang harus menjaga jiwa dengan memenuhi keinginan tubuh mereka.[13] Untuk menanggapi persoalan bergaul dengan pelacur, Paulus berangkat dari Amsal 6:26&32 bahwa selain merusak, hal itu juga dapat menyebabkan berdosa terhadap dirinya sendiri.[13] Kedua, menanggapi slogan yang terkenal di atas, Paulus menegaskan bahwa tubuh adalah milik Allah dan merupakan bagian dari anggota tubuh Kristus, oleh karena itu jemaat harus memuliakan Allah dengan tubuhnya.[13]
Kebangkitan orang mati
Permasalahan ini timbul ke permukaan disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak memahami kebangkitan tubuh (1 Kor. 15:12) serta bagaimana kebangkitan itu terjadi (1 Korintus 15:35).[13] Masyarakat Roma memahami bahwa kematian dapat membebaskan jiwa dari tubuh.[13] Maka dari itulah jemaat Kristen di Korintus tidak percaya akan hal ini, karena pemahaman mereka yang masih dipengaruhi oleh Helenistik yang mengatakan bahwa jika ada kehidupan sesudah kematian, maka hanya merupakan tipe dari suatu keberadaan yang tidak bertubuh.[13] Maka tanggapan Paulus akan hal ini menegaskan bahwa orang yang sudah mati dapat bangkit sekalipun tubuh jasmaninya (soma psychicon) telah hancur, karena menurutnya kehancuran tubuh jasamani itu akan diganti dengan tubuh rohani dalam kepribadian yang dikenal Allah (soma pneumatikon).[13] Melalui masalah kebangkitan ini, Paulus juga ingin memberitahu pada jemaat Korintus bahwa mereka semua telah memiliki iman yang sama yaitu iman di atas Yesus Kristus yang telah bangkit pada hari ketiga dari antara orang mati.[13] Lewat pemberitaan ini, Paulus menghubungkan bahwa antara kebangkitan Yesus dengan kebangkitan orang percaya pada masa depan tidak terpisahkan.[13] Ketidakterpisahan ini dikatakan Paulus bahwa kematian orang-orang percaya tidak akan binasa, karena mereka mati bersama Kristus dan kematiannya tidak menjadi binasa karena kebangkitan Kristus.[13] Selanjutnya, Paulus juga memberikan perhatiannya pada kebangkitan orang percaya pada masa depan.[13] Ia menegaskan bahwa tanpa kebangkitan tubuh, tidak mungkin ada kekekalan (1 Kor.15:18,19)[13]
(J Eddy Sutopo M.Div)