Surat Paulus yang Pertama kepada
Jemaat di Korintus
(disingkat Surat 1 Korintus,
I Korintus, 1Kor atau I Kor) merupakan salah satu dari
ketiga surat (1 & 2 Korintus
serta Roma) yang menempati posisi sentral dalam bagian Perjanjian Baru
di Alkitab
Kristen.[1]
Surat Korintus yang pertama ditulis setelah Paulus menerima kabar buruk dari orang-orang Kloe.[2]
Berita buruk tersebut adalah timbulnya persoalan-persoalan, seperti
keikutsertaan jemaat Korintus dalam upacara-upcara keagamaan kafir, penghakiman
di depan orang-orang kafir dan pelacuran.[3]
Selain masalah-masalah etis dan moral, surat ini juga merupakan surat
penggembalaan untuk menegur jemaat di Korintus yang memiliki berbagai macam
karunia, sehingga menjadikan jemaat satu dengan yang lainnya saling
menyombongkan diri. [3]
Ayat-ayat
terkenal
- 1 Korintus 10:13: Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
- 1 Korintus 13:4-8: Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.
Konteks
Surat 1 Korintus
Gambaran
kota Korintus
Kota Korintus
bukanlah kota kuno yang telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan, budaya,
dan berbagai macam kegiatan politik, melainkan kota ini pernah dihancurkan oleh
orang-orang Romawi pada 146 SM.[4]
Barulah setelah kehancuran itu, kota Korintus dibangun kembali oleh Julius Caesar
pada tahun 46 SM.[4]
Setelah pembangunan kembali, kota ini pun dikenal sebagai pusat provinsi
Romawi, yaitu Akhaya yang pada tahun 55 M dipimpin oleh Gubernur
Galio
dan menjadi pusat perdagangan yang berkembang, khususnya industri keramik
(barang tembikar).[4]
[2]
Selain perdagangan tembikar, kota ini dikenal juga karena kemajuannya yang
pesat dalam kebudayaan, pendidikan, dan juga karena banyaknya agama Hellenis
yang terdapat di sana.[3]
Kota ini didominasi oleh Akrokorintus yang
dikenal sebagai dewi asmara dan pemujaan dewi ini banyak menghasilkan
tindakan-tindakan amoral pada zaman Aristofanes.[2]
Tindakan amoral itu didominasi oleh perilaku seksual yang sembarangan dan
pemujaan dewa-dewi Romawi di kuil-kuil utama dan orang-orang Kristen di
Korintus ada sebagian yang termasuk mengikuti praktek-praktek amoral tersebut.[4]
Gambaran
Jemaat di Korintus
Gereja di Korintus didirikan pada
perjalanan penginjilan Paulus yang kedua, sekitar musim gugur tahun 52 M,
seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 18:1-18.
Di Korintus, Paulus tinggal selama 18 bulan, mengasuh gereja yang baru ini,
sambil sehari-hari bekerja sebagai tukang membuat tenda.[5]
Paulus menyebut orang Korintus 'tidak kekurangan dalam suatu karunia pun'.[2]
Atas keadaan inilah, jemaat di Korintus menjadi sangat bergembira, namun sikap
ini juga yang membuat jemaat di Korintus menjadi congkak, puas diri, sehingga
keadaan jemaat menjadi kacau.[2]
Akibat kekacauan ini, jemaat Korintus mengalami ekstase (kegembiraan
yang meluap).[2]
Ekstase ini ditujukan bukan lagi kepada Kristus, melainkan terhadap
perempuan-perempuan yang dapat memenuhi hasrat mereka.[2]
Terjadinya berbagai macam penyimpangan moral di jemaat Korintus sebenarnya
timbul dari komunitas Yahudi Gnostik.[6]
Gnostisisme
adalah gerakan spiritual yang mempengaruhi kehidupan Kristen, awalnya di
sekitar Laut Tengah.[6]
Selanjutnya, dalam praktik penyembahan berhala, jemaat di Korintus dipengaruhi
oleh pemikiran Yunani yang rasionalis.[2]
Penulis
dan Tempat Penulisan Surat I Korintus
Surat ini menyebut Paulus sebagai
pengarang utama surat ini, bersama Sostenes,
seperti yang tertulis di 1 Korintus 1:1.
Nampaknya surat ini ditulis dengan bantuan seorang sekretaris (mengingat tidak
mudahnya penulisan surat di atas kertas perkamen, tetapi di akhir surat ini,
Paulus menulis dengan tulisan tangannya sendiri.[7]
Ia menulis surat ini di kota Efesus.[8]
Waktu
penulisan
Berdasarkan informasi dari Kisah Para Rasul 20:31 kemungkinan besar pada tahun terakhir dari masa tinggal
selama 3 tahun di Efesus, sekitar bulan Maret-April 56 M, yang berarti gereja
Korintus saat itu berusia sekitar 4 tahun.[5]
Robinson meyakini penulisannya pada musim semi (antara bulan Maret - Juni) tahun 55 M.[9]
Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[10]
atau tahun 53-56.[11]
Tujuan
penulisan
Keberadaan jemaat di Korintus
dikenal karena perpecahan mereka antara berbagai golongan dan karena perilaku
moral mereka yang menyimpang, sehingga masing-masing membanggakan keunggulannya
dan berbuat semaunya tanpa ada aturan.[12]
[6]
Adanya perbedaan antara mereka sebenarnya bukan timbul dari kejahatan mereka
saja, namun juga disebabkan oleh guru-guru agama yang membuat perbedaan
golongan.[12]
Atas perbedaan-perbedaan inilah Paulus menulis suratnya untuk menegur
perpecahan yang telah merusak iman jemaat.[12]
Garis
Besar Isi
Secara garis besar, isi surat I
Korintus terbagi menjadi sebelas, yaitu:[2]
- Salam dan pengantar (1:1-9).
- Perpecahan dalam jemaat; terdapat perbandingan antara ajaran Paulus dengan ajaran Apolos (1:10-4:21).
- Kejadian maksiat (asusila) (5:1-13).
- Peringatan lebih lanjut terhadap masalah asusila (6:1-20).
- Pembicaraan mengenai perkawinan (7:1-40).
- Persoalan tentang daging yang dipersembahkan kepada berhala: tafsiran Paulus mengenai pelayanan yang rasuli (8:1-11:1).
- Pembenaran terhadap ketidakberaturan dalam perkumpulan ibadah; tutup kepala wanita, pesta kasih, dan perjamuan kudus (11:2-34).
- Karunia-karunia rohani (12:1-31; 14:1-40).
- Konsep tentang Kasih (13:1-13).
- Ajaran Kristen yang benar tentang kebangkitan orang mati (15:1-58).
- Petunjuk tentang pengumpulan persembahan bagi Yerusalem; berbagai macam peringatan; salam penutup (16:1-24)
Tema
Pokok
Pergumulan
kepemimpinan dalam gereja
Jemaat terpecah menjadi berbagai
kelompok yang memilih salah satu dari tiga pemimpin: Paulus, Petrus, atau
Apolos (1:12). Paulus menasihatkan, "adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah
Paulus disalibkan karena kamu?" (1:10,13).
Orang
Kristen yang bertindak buruk
Paulus heran dengan banyaknya
tindakan yang bertentangan dengan sikap Kristen. Orang Kristen berkewajiban
untuk mengkritik dan mendisiplin anggota-anggota mereka. Ia menasihati agar
"jangan bergaul dengan orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah,
pemabuk atau penipu" (5:11). Bahkan lebih tegas Paulus menambahkan,
"usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu"
(5:13).
Pernikahan
Tuhan memberikan kepada sebagian
orang karunia menjadi suami atau istri, dan sebagian diberikan karunia untuk
tinggal membujang, demi kepentingan kerajaan-Nya (7:7,32). Paulus mengakui
"lebih baik kawin daripada hangus karena hawa nafsu." (7:9).
Makan
hidangan yang telah dipersembahkan kepada berhala
Paulus menganggap masalah ini tidak
terlalu penting, karena semua makanan berasal dari Tuhan, namun demikian orang
Kristen harus peka terhadap orang-orang percaya lain yang berkeberatan makan
hidangan seperti itu (8:1-13).
Pakaian
untuk ibadah
Orang harus berpakaian dengan
pantas, bukan sebagai orang yang pamer, menarik perhatian untuk diri sendiri,
atau sebagai godaan untuk lawan jenis (11:1-16).
Perjamuan
Tuhan
Ini merupakan perayaan bersama untuk
mengenang kematian dan kebangkitan Kristus. Jemaat Korintus telah menggantinya
menjadi pemisahan makanan bagi orang yang kaya dan miskin. Orang miskin hanya
makan makanan yang tersisa (11:20-33).
Karunia
Rohani
Tuhan memberikan kemampuan yang
berbeda kepada berbagai orang. Setiap karunia penting dan bermanfaat dalam
pekerjaan Tuhan (12:1-31).
Kasih
Puisi tentang kasih muncul setelah
Paulus berbicara mengenai karunia-karunia. Paulus menekankan bahwa semua
kemampuan itu tidak berarti jika tidak keluar dari hati yang penuh kasih.
Kemampuan untuk mengasihi seseorang adalah karunia terbesar dari semua karunia
-lebih besar dari pengharapan bahkan lebih besar dari iman (13:13).
Kebangkitan
Kristus dan iman kita
Beberapa orang percaya saat itu
tidak percaya bahwa tubuh akan dibangkitkan. Paulus mengajarkan bahwa,
"jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu."
Inilah jaminan bahwa orang yang telah mati akan dihidupkan kembali. Sebab
kematian masuk ke dalam dunia dengan perantaraan satu orang, begitu juga hidup
kembali dari kematian diberikan kepada manusia dengan perantaraan satu orang
(15:20-21).
Pokok-pokok
Teologis
Jemaat
harus menjadi satu persekutuan di dalam Tuhan
Mengingatkan jemaat di Korintus
untuk tetap dalam persekutuan (koinonia), sehati sepikir, seia-sekata
dan jangan ada perpecahan di antara jemaat merupakan perhatian utama Paulus.[13]
Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena dalam jemaat timbul beberapa alasan
yang membuat perpecahan itu, pertama adanya berbagai ajaran yang membuat jemaat
berselisih (1 Kor.1:11) dan iri hati (1 Kor.3:3).[13]
Kedua, orang yang "kuat" mencari kesenangan sendiri dalam ritual
penyembahan berhala, sehingga mereka tidak memperhatikan keadaan orang
"lemah" (1 Kor.10:33), kemudian yang ketiga adanya orang-orang
tertentu yang melahap habis hidangan saat perjamuan bersama, sehingga orang
yang datang belakangan tidak mendapatkan jatahnya dan menjadi lapar (1
Kor.11:17-34), dan yang terakhir juga ditimbulkan karena adanya orang yang
saling membanggakan karunianya masing-masing.[13]
Dalam peringatan ini juga, Paulus menggunakan metafora tentang banyak anggota
dalam satu tubuh untuk memberitahu jemaat bahwa setiap anggota harus saling
mendukung.[13]
Hidup
kudus sebagai tubuh Kristus
Sabagai umat Allah, (1 Kor.1:24;
10:32) jemaat harus menunjukkan hidupnya dalam kekudusan. [13]
Paulus harus mengingatkan bahwa status mereka bukanlah kagi "orang
biasa", melainkan mereka adalah umat yang telah disucikan, dikuduskan
serta dibenarkan oleh Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus. [13]
Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena banyak dari anggota jemaat yang
terlibat dalam hubungan seks, bahkan hubungan seks sesama anggota keluarga,
padahal mereka belum ada dalam hubungan suami-isteri, ada juga yang datang ke
kuil-kuil untuk dilayani pelacur, dan melakukan ritual-ritual penyembahan
berhala.[13]
[12]
Sebenarnya prkatek-praktik kejahatan dan perzinahan tersebut pada saat itu
tidak dilarang, bahkan diizinkan oleh tradisi karena saat itu sedang terkenal
istilah "tubuh adalah rumah jiwa", sehingga orang harus menjaga jiwa
dengan memenuhi keinginan tubuh mereka.[13]
Untuk menanggapi persoalan bergaul dengan pelacur, Paulus berangkat dari Amsal
6:26&32 bahwa selain merusak, hal itu juga dapat menyebabkan berdosa
terhadap dirinya sendiri.[13]
Kedua, menanggapi slogan yang terkenal di atas, Paulus menegaskan bahwa tubuh
adalah milik Allah dan merupakan bagian dari anggota tubuh Kristus, oleh karena
itu jemaat harus memuliakan Allah dengan tubuhnya.[13]
Kebangkitan
orang mati
Permasalahan ini timbul ke permukaan
disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak memahami kebangkitan tubuh (1 Kor.
15:12) serta bagaimana kebangkitan itu terjadi (1 Korintus 15:35).[13]
Masyarakat Roma memahami bahwa kematian dapat membebaskan jiwa dari tubuh.[13]
Maka dari itulah jemaat Kristen di Korintus tidak percaya akan hal ini, karena
pemahaman mereka yang masih dipengaruhi oleh Helenistik
yang mengatakan bahwa jika ada kehidupan sesudah kematian, maka hanya merupakan
tipe dari suatu keberadaan yang tidak bertubuh.[13]
Maka tanggapan Paulus akan hal ini menegaskan bahwa orang yang sudah mati dapat
bangkit sekalipun tubuh jasmaninya (soma psychicon) telah hancur, karena
menurutnya kehancuran tubuh jasamani itu akan diganti dengan tubuh rohani dalam
kepribadian yang dikenal Allah (soma pneumatikon).[13]
Melalui masalah kebangkitan ini, Paulus juga ingin memberitahu pada jemaat
Korintus bahwa mereka semua telah memiliki iman yang sama yaitu iman di atas
Yesus Kristus yang telah bangkit pada hari ketiga dari antara orang mati.[13]
Lewat pemberitaan ini, Paulus menghubungkan bahwa antara kebangkitan Yesus
dengan kebangkitan orang percaya pada masa depan tidak terpisahkan.[13]
Ketidakterpisahan ini dikatakan Paulus bahwa kematian orang-orang percaya tidak
akan binasa, karena mereka mati bersama Kristus dan kematiannya tidak menjadi
binasa karena kebangkitan Kristus.[13]
Selanjutnya, Paulus juga memberikan perhatiannya pada kebangkitan orang percaya
pada masa depan.[13]
Ia menegaskan bahwa tanpa kebangkitan tubuh, tidak mungkin ada kekekalan (1
Kor.15:18,19)[13]
(J Eddy Sutopo M.Div)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar