BEBAS DALAM KASIH
Bagi umat Kristiani di seluruh dunia, hari
Paskah, yang oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan tahun ini dirayakan pada
tanggal 18 April, pada hari minggu pertama sesudah bulan purnama musim semi
pertama, merupakan hari gembira. Pada hari itu, mereka memperingati momen Yesus
dibangkitkan Allah dari kematian-Nya di salib.
Dengan demikian, hari Paskah merupakan hari
kemenangan atas kematian, tetapi bukan kemenangan dengan tari gembira, bukan
kemenangan yang menghancurkan musuh. Tidak ada musuh yang mau dikalahkan Yesus.
Di salib, Yesus memaafkan mereka yang membawanya
ke tempat itu. "Bapak, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang
mereka lakukan." Kemenangan Yesus bukan kemenangan balas dendam, melainkan
kemenangan cinta kasih. Mereka yang memusuhi-Nya pun masih dirangkul.
Jadi, kemenangan Paskah adalah kemenangan
kebaikan hati terhadap kebencian, kemenangan pengampunan terhadap balas dendam,
kemenangan hati yang baik terhadap hati yang keras. Dalam kemenangan Paskah,
mereka yang sesat hatinya pun dirangkul dan dicintai.
Waktu masih mengajar di Palestina, Yesus
mengalami saat tidak dipercayai, ditolak, dicurigai, dibenci, mengalami
kekerasan, siksaan, dan akhirnya dibunuh.
Membebaskan
Dari sikap Yesus, kita dapat mengetahui bahwa
Allah tidak membenci pendosa, tidak membalas, melainkan bersedia mengampuni. Di
hadapan Allah, tak ada orang yang perlu putus asa. Di hadapan Allah,
segala-galanya dapat menjadi baik karena Allah adalah cinta kasih.
Terlalu sering kita, manusia, sudah menjadi
tawanan ketertutupan hati kita sendiri. Begitu kita sedikit saja dicurigai atau
tidak disukai, kita menutup diri dan menjadi curiga juga.
Dari curiga, hati kita menjadi keras. Dan,
kekerasan hati akan semakin memperkuat sikap negatif mereka yang dianggap
lawan. Kita terbelenggu dalam lingkaran setan ketakutan, kecurigaan, dan
kebencian yang dapat melibatkan kita dalam permusuhan dan kekerasan.
Dari Yesus kita boleh memperoleh keberanian untuk
keluar dari lingkaran setan itu. Kita mengalami kebebasan hati orang yang
bersikap baik terhadap siapa pun, termasuk terhadap musuhnya. Pepatah Jawa
mengatakan dengan bagus, sing becik dibeciki, sing ala dibeciki (yang
baik kita perlakukan dengan baik, yang tidak bersikap baik kita perlakukan
dengan baik juga).
Dengan demikian, kita menjadi bebas. Kita tidak
lagi terbelenggu otomatisme benci melawan yang membenci. Kita dapat berhadapan
dengan siapa pun dengan hati yang baik. Kita menjadi bebas dari rasa-rasa yang
membuat gelap hati kita, yang membuat kita keras, terbelenggu dalam kepicikan
kita sendiri yang meracuni hati kita, dari belenggu dendam kesumat.
Kita tak lagi di bawah hukum "gigi lawan
gigi, mata lawan mata". Sekarang kita mengerti kata Yesus: "Siapa pun
yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." Sikap ini
bukan tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan.
Tentu kita tidak selalu boleh "memberikan
pipi kiri" juga. Sikap "menyerahkan pipi kiri" adalah tanda
kebebasan kita dari hukum balas dendam.
Agar kebebasan itu mungkin, masyarakat-masyarakat
dunia sejak ribuan tahun membangun struktur-struktur yang menunjang hubungan
antarmanusia: segala macam adat istiadat, aturan sopan santun, hukum, peraturan
dan norma, serta sistem peradilan yang bertugas menjamin keadilan. Melalui
struktur itu, masyarakat mengatur agar pemukulan pipi tidak gampang terjadi,
dan kalau terjadi agar ada cara penyelesaiannya. Karena itu, kita tentu boleh
menuntut, seperlunya di depan pengadilan agar hak-hak kita itu dihormati.
Kita bahkan sering wajib membela diri karena kita
tidak hidup sendirian. Dari kita bergantung orang lain, ruang kebebasan
hidupnya, kita tidak boleh membiarkan mereka yang berada dalam tanggung jawab
kita diperlakukan tidak adil.
Yang dapat diberikan oleh kegembiraan Paskah,
kegembiraan bahwa cinta dan kebaikan menang atas kebencian dan kejahatan,
adalah kebebasan hati mendalam yang tidak lagi tergerogoti nafsu kebencian
gelap, yang dengan senyum kebaikan menawarkan pipi kiri untuk dipukul juga.
Suatu kebebasan hati dari keprihatinan terhadap
diri sendiri, suatu kebebasan yang membuat kita juga bebas dari rasa resah.
Bebas mencintai, bebas membuka hati, bebas mengharapkan biji kebaikan bahkan di
hati mereka yang memusuhi kita.
Seperti ditulis seseorang yang mengalami
pembaruan dalam harapan kebangkitan, "Cinta buah kebangkitan itu sabar,
murah hati, tidak cemburu. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi
karena kebenaran. Cinta percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu. Cinta tidak berkesudahan."
Sepintas cinta macam itu kelihatan bodoh. Namun,
kalau kita bersentuhan dengannya, kita tahu bahwa cinta itulah kekuatan yang
sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar